KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Syukur Alhamdulillah kita ucapkan ke hadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, taufik, hidayah dan inayah serta maghfirah-Nya kepada kita semua, sehingga kita dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Tinjauan Sosiologis Tentang Corak Pendidikan Agama Islam di Sekolah” dengan lancar.
Dalam penulisan makalah ini kita tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini kita ingin menyampaikan terima kasih kepada Bapak Dody Riyadi HS, S.Ag., M.Si. Selaku dosen pembimbing mata kuliah Sosiologi Pendidikan Islam II, dan semua pihak yang telah membantu selesainya penyusunan makalah ini. Kita sadar
bahwa sebagai manusia tentu mempunyai kesalahan dan kekhilafan. Oleh karena
itu kita selaku penulis makalah ini mohon maaf apabila dalam penyusunan
makalah ini terdapat banyak kesalahan.
Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi kita khususnya dan para pembaca
yang budiman pada umumnya.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi
Wabarakatuh
Tangerang, 2 Mei 2019 Iqbal Maulana |
DAFTAR
ISI
Kata Pengantar ...................................................................... i
Daftar Isi ................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................ 1
B. Rumusan Masalah ...................................................... 2
C. Tujuan Masalah .......................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendidikan
Agama Islam ........................ 3
B. Faktor-Faktor yang
Memengaruhi Corak
Pendidikan Agama Islam ........................................... 4
C. Kurikulum dan Bahan
Ajaran
Pendidikan Agama Islam di SMA ............................. 7
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ................................................................ 10
B. Saran .......................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Pendidikan Agama Islam meliputi pendidikan Al-Qur’an/ Hadis, Fikih,
Akidah/ Akhlak, dan Sejarah Kebudayaan Islam. Berbagai bidang kajian dalam
pendidikan Islam itu adalah merupakan hasil ijtihad para ulama yang memiliki
persyaratan keilmuan, kepribadian, dan moralitas yang diyakini sebagai yang
dapat dipercaya.
Pendidikan Agama Islam masuk ke dalam kurikulum madrasah dan kurikulum
sekolah dengan titik tekan dan pendekatan yang berbeda-beda. Pendidikan Agama
Islam pada madrasah, selain sebagai nilai atau ajaran yang harus dipahami,
dihayati dan diamalkan, juga harus menjadi sebuah bidang keahlian yang
bersangkutan.yaitu agar lulusan madrasah tersebut menjadi seorang yang ahli
ilmu agama Islam. Sedangkan pendidikan Agama Islam pada sekolah umum, lebih
dilihat sebagai nilai atau ajaran yang harus dipahami, dihayati dan diamalkan
dalam kehidupan, sehingga agama menjadi nilai religiusitas.
Mengingat para ulama memiliki latar belakang kecerdasan, kepeminatan,
kedalaman ilmu, ideologi, politik, lingkungan
sosial dan lainnya memiliki corak dan karakter yang berbeda-beda, di dalam
Al-Qur’an dan As-Sunnah juga terdapat ayat-ayat dan teks hadis yang
memungkinkan dilakukannya penafsiran yang berbeda-beda, maka produk pemikiran
keagamaan Islam yang dihasilkannya juga memiliki corak dan karakter yang
berbeda-beda pula.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian dan tujuan pendidikan Islam?
2.
Faktor apa sajakah yang mempengaruhi corak Pendidikan Agama Islam di
sekolah?
3.
Bagaimana kurikulum dan bahan ajaran Pendidikan Agama Islam di sekolah?
C.
Tujuan Masalah
1. Untuk memahami makna dan tujuan pendidikan
Islam
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi corak dan warna Pendidikan Agama Islam di sekolah
3. Untuk mengetahui kurikulum dan bahan
ajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Tujuan Pendidikan Agama Islam
Pendidikan Agama Islam menurut Hamka adalah agama yang diturunkan Tuhan
dengan perantaraan Rasul-rasul Allah, ialah memberi pimpinan bagi manusia di
dalam usahanya memberikan nilai hidupnya sendiri.
Pendidikan Agama Islam meliputi pendidikan Al-Qur’an/ Hadis, Fikih,
Akidah/ Akhlak, dan Sejarah Kebudayaan Islam. Berbagai bidang kajian dalam
pendidikan Islam itu adalah merupakan hasil ijtihad para ulama yang memiliki
persyaratan keilmuan, kepribadian, dan moralitas yang diyakini sebagai yang
dapat dipercaya[1]
Menurut
naquib al-attas pendidikan berasal dari tiga istilah, yaitu: Tarbiyah,
Ta’lim dan Ta’dib. Tarbiyah adalah proses transformasi ilmu
pengetahuan, mulai dari tingkat dasar sampai menuju tingkat selanjutnya yang
lebih tinggi. Ta’lim merupakan proses transmisi ilmu pengetahuan pada
jiwa individu tanpa ada batasan dan ketentuan tertentu, menurut Al-Attas ta’lim
memiliki ruang lingkup yang lebih luas dan lebih universal dibandingkan dengan tarbiyah.
Ta’dib menurut Al-Attas memiliki level lebih tinggi lagi bila
dibandingkan dengan tarbiyah dan ta’lim. Karena ta’lim merupakan
konsep yang harus dipahami secara benar-benar dan menyeluruh, karena komponen ta’dib
sudah mencakup unsur-unsur ilmu dan instruksi.[2]
Tujuan pendidikan Islam merupakan kristalisasi nilai-nilai yang ingin
diwujudkan ke dalam pribadi peserta didik. Tujuan pendidikan Islam lainnya
yaitu terbentuknya manusia yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT, berilmu
pengetahuan serta berakhlak mulia.[3]
B. Faktor-faktor yang Memengaruhi Corak
Pendidikan Agama Islam
Seiring dengan lahirnya era reformasi,
corak, warna, dan karakter pemahaman keagamaan Islam juga mengalami reformasi/
perubahan dengan corak, warna dan karakter pemahaman keagamaan Islam yang ada
sebelumnya. Jika pada zaman klasik antara tahun 650-1300 M, zaman pertengahan
antara tahun 1300-1800 M, dan zaman
modern berkisar tahun 1800-2000 M.
Selain faktor zaman (waktu) ada faktor
lain yang dapat memengaruhi terhadap corak, warna, dan karakter pendidikan agam
Islam, yaitu organisasi sosial keagamaan. Dimana setiap organisasi keagamaan
tersebut memiliki visi, misi, tujuan yang berbeda-beda. Misalnya Muhammadiyah,
Nahdhatul Ulama (NU) dan Persatuan Islam (PERSIS).
Muhammadiyah ialah seuatu
organisasi yang berdasarkan agama Islam, sosial, dan kebangsaan. Muhammadiyah
mendirikan berbagai jenis dan tingkat pendidikan, serta tidak memisah-misahkan
antara pelajaran agama dan pelajaran umum. Dengan demikian, diharapkan bangsa
Indonesia dapat dididik menjadi bangsa yang utuh dan berkepribadian, yaitu
pribadi yang berilmu pengetahuan umum luas dan agama yang mendalam.[4]
Kurikulum Nahdatul Ulama
memakai acuan yang telah dibuat dan dirancang oleh PB NU bagian pendidikan dan
pengajaran atau yang dikenal dengan Ma’arif. Tujuan pendidikan ma’arif
ialah: (1) menumbuhkan jiwa pemikiran dan gagasan-gagasan yang dapat membentuk
pandangan hidup bagi peserta didik sesuai dengan ajaran Ahlussunnah
Waljama’ah; (2) menanamkan sifat terbuka, watak mandiri, kemampuan bekerja
sama dengan pihak lain dan keterampilan menggunakan ilmu dan teknologi; (3)
menciptakan sikap hidup yang berorientasi kepada kehidupan diniawi dan ukhrawi
sebagai sebuah kesatuan; (4) menanamkan penghayatan terhadap nilai-nilai ajaran
agama Islam sebagai ajaran yang dinamis.[5]
Usaha persis dalam bidang
pendidikan adalah dengan mengadakan kegiatan pertemuan-pertemuan umum, tabligh,
khotbah, kelompok studi, mendirikan sekolah, menyebarkan dan menerbitkan pamflet, majalah, serta kitab.
Persis juga mendirikan kelas khusus atau kelompok diskusi bagi anak-anak muda
yang telah selesai masa studinya pada sekolah-sekolah menengah pemerintah dan
ingin mempelajari Islam secara sungguh-sungguh dan lebih mendalam.[6]
Menurut abuddin nata dalam bukunya
Sosilogi Pendidikan Islam membagi corak, warna, dan karakter pemahaman
keagamaan yang mulai pada tahun 1900- 1945 di Indonesia menjadi 2 golongan,
yaitu: golongan modern dan golongan
tradisionalis (konservatif).
Menurut Deliar Noer golongan modern
tidak hanya dipengaruhi oleh pemikiran kaum pembaharu di Mesir. tetapi juga
dipengaruhi oleh perkembangan sosial politik yang terjadi di Indonesia.
Memiliki ciri-ciri: (1) menegakkan ijtihad; (2) menolak taklid; (3) melihat
kepada Rasulullah dan para sahabat sebagai contoh dalam mengerjakan ibadah; (4)
memahami agama dari sumber aslinya Al-Qur’an dan Hadis secara langsung; (5)
ikut serta dalam mengambil bagian dalam cita-cita negara kesatuan republik
Indonesia; (6) tidak memerhatikan masalah-masalah agama saja, melainkan juga masalah sosial
kemasyarakatan.[7]
C. Kurikulum dan Bahan Ajaran Pendidikan
Agama Islam di SMA
Kurikulum
adalah sejumlah mata pelajaran atau kegiatan yang mencakup program pendidikan,
agar mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan.[8]
Kegiatan-kegiatan
kurikulum tidak terbatas dalam ruang kelas saja melainkan juga mencakup
kegiatan di luar kelas yang bersifat sosial, yang dipersiapkan oleh sekolah
dengan maksud membantu kesempurnaan perkembangan peserta didik untuk mencapai
tujuan pendidikan.
Tujuan
kurikulum terbagi kedalam tiga tahap, yaitu tujuan nasional, tujuan
institusional dan tujuan kurikuler.tujuan nasional adalah tujuan yang ingin
dicapai secara nasional sesuai dengan falsafah negara. Tujuan institusional
yakni tujuan yang ingin dicapai oleh suatu institusi pendidikan sebagai
penyelenggara pendidikan. Sedangkan tujuan kurikuler adalah tujuan yang hendak
dicapai oleh oleh suatu program studi, bidang studi atau mata pelajaran, yang
disusun berdasarkan pada tujuan institusional dan tujuan pendidikan nasional.[9]
Menurut
pandangan Abuddin Nata, dalam bukunya sosiologi pendidikan Islam, kurikulum di
sekolah menengah atas (SMA) masih memiliki catatan kelebihan dan kekurangan
dalam penerapan kurikulum disekolah.
Adapun kekurangan
kurikulum tersebut sebagai berikut:[10]
Pertama,
Kurikulum pendidikan agama Islam pada sekolah masih
mempergunakan sifat kurikulum yang tradisional, berorientasi pada pengetahuan
(kognitif), masih menggunakan organisasi kurikulum yang berorientasi pada
penguasaan ilmu semata-mata, menggunakan konsep atau tujuan yang bertumpu pada
proses kognitif dan berdasarkan pada dominasi agama: Iman, Islam dan Akhlak
mulia.
Kedua, menggunakan
metode dan pendekatan kurikulum berbasis kompetensi, yaitu adanya standar
kompetensi, kompetensi dasar, hasil belajar, indicator dan materi pokok.
Ketiga,
materi pelajaran yang disajikan meliputi bidang Al-Qur’an/ Hadis, Akidah/
Akhlak, Fikih dan Sejarah Kebudayaan Islam.
Keempat,
dari segi
orientasinya, pendidikan agama Islam masih berorientasi keagamaan.
Kelima, materi
pendidikan agama Islam belum memiliki potensi yang signifikan untuk
berkontribusi dalam membangun masyarakat yang demokratis, multikultural dan humanisme.
Kelebihan kurikulum di
sekolah menengah atas, adalah sebagai berikut:[11]
Pertama,
penguatan pada pendidikan karakter dan akhlak mulia
secara komprehensif.
Kedua,
berorientasi pada ajaran Islam yang seharusnya
diamalkan oleh seorang muslim.
Ketiga,
berorientasi pada pelaksanaan dasar-dasar pendidikan
multikultural.
Keempat,
mendorong timbulnya rasa komitmen dan tanggug jawab untuk memajukan kebudayaan
dan peradaban Islam.
Kelima,
telah mendorong peningkatan pemahaman, penghayatan,
dan pengamalan ajaran Islam sesuai dengan tahapan perkembangan usia peserta
didik.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Pendidikan Agama Islam menurut Hamka adalah agama yang diturunkan Tuhan
dengan perantaraan Rasul-rasul Allah, ialah memberi pimpinan bagi manusia di
dalam usahanya memberikan nilai hidupnya sendiri. Tujuan pendidikan Islam merupakan kristalisasi
nilai-nilai yang ingin diwujudkan ke dalam pribadi peserta didik. Tujuan
pendidikan Islam lainnya yaitu terbentuknya manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Allah SWT, berilmu pengetahuan serta berakhlak mulia.
2.
Selain
faktor zaman (waktu) ada faktor lain yang dapat memengaruhi terhadap corak,
warna, dan karakter pendidikan agam Islam, yaitu organisasi sosial keagamaan.
Dimana setiap organisasi keagamaan tersebut memiliki visi, misi, tujuan yang
berbeda-beda. Misalnya Muhammadiyah, Nahdhatul Ulama (NU) dan Persatuan Islam
(PERSIS).
3.
Kurikulum
adalah sejumlah mata pelajaran atau kegiatan yang mencakup program pendidikan,
agar mencapai tujuan pendidikan yang
diharapkan. Kekurangan kurikulum pendidikan agama Islam di Sekolah SMA
meliputi: memakai kurikulum tradisional; menggunakan metode dan pendekatan
kurikulum berbasi kompetensi; materi pelajaran; masih berorientasi kepada
keagamaan; belum dapat berkontribusi secara maksimal kepada masyarakat.
Kekurangan kurikulum pendidikan agama Islam di SMA, meliputi: penguatan pada
pendidikan karakter dan akhlak mulia; ajaran Islam yang dapat diamalkan
dikehidupan sehari-hari; menumbuhkan rasa tanggung jawab dan dapat berkomitmen
kuat; mendorong peningkatan terhadap pemahaman, penghayatan dan pengamalan ajaran
agama Islam.
B. Saran
1.
Melakukan
perbaikan dan penerapan berbagaimana metode dan pendekatan kurikulum bagi
peserta didik sekolah menengah atas (SMA), untuk meningkatkan pendidikan agama
Islam kedepannya.
2.
Perbanyaklah
membaca buku-buku yang relevan dengan kurikulum yang diterapkan di Indonesia,
kemudian di kolaborasikan dengan kurikulum pendidikan agama Islam yang telah
digunakan pada zaman klasik Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Gunawan,
Heri. Pendidikan Islam Kajian Teoritis dan Pemikiran Tokoh. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2014
Nata,
Abuddin. Sosiologi Pendidikan Islam. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,
2019
Rukianti,
Enung K. Sejarah pendidikan Islam di Indonesia. Bandung: Pustaka Setia,
2006
Umar,
Bukhari. Hadis Tarbawi. Jakarta: Amzah, Cet. V, 2018
[1]Abuddin Nata, Sosiologi
Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2014), 15.
[2]Heri Gunawan, Pendidikan
Islam Kajian Teoritis dan Pemikiran Tokoh, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2014), 2
[3]Bukhari
Umar, Hadis Tarbawi, (Jakarta: Amzah, 2018) Cet. V, 28
[4]Enung K.
Rukiati, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Bandung: Pustaka Setia,
2006), 84.
[5]Enung K.
Rukianti, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, 90
[6]Enung K.
Rukianti, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, 90
[7]Abuddin Nata, Sosiologi
Pendidikan Islam, 153.
[8]Heri Gunawan, Pendidikan
Islam Kajian Teoritis dan Pemikiran Tokoh, 42
[9]Heri Gunawan, Pendidikan
Islam Kajian Teoritis dan Pemikiran Tokoh, 49
[10]Abuddin Nata, Sosiologi
Pendidikan Islam, 172
[11]Abuddin Nata, Sosiologi
Pendidikan Islam, 176
No comments:
Post a Comment