Oleh: Iqbal Maulana
Rukun taubat kepada Allah SWT., itu ada 4 perkara, yaitu: Satu, harus menyesal dari pekerjaan dosa. Kedua, harus memohon ampun atas dosa yang telah dilakukan. Ketiga, harus berazam (niat sungguh-sungguh) yakni, tidak akan melakukan kembali maksiat yang telah dikerjakan. Keempat, harus mengqa’da (mengganti) terhadap perkara yang wajib, yang telah ditinggalkan.
Rukun taubat kepada manusia, ada empat perkara pula, yang membedakan hanyalah pada poin yang keempat, yakni harus berhati-hati dalam meminta maaf jika ada perbuatan yang menyakiti hatinya, yang tidak ada qashos nyaseperti ghibah dan memarahi. Kemudian apabila ingin meminta maaf dan menyerahkan diri jika menyakiti manusia yang terdapat hukum qishosnya, seperti: membunuh, menghilangkan anggota tubuh seseorang. Yakni apabila dimaafkan maka sah taubatnya, jika tidak dimaafkan, maka dengan suka hati menerima hukuman qishos tersebut. Yaitu dibalas dengan perbuatan yang sama. Jika tidak seperti itu maka, taubatnya (permohonan maafnya) akan bernilai sia-sia.
Dan sekiranya kepada orang yang sedang sakit, seharusnya selalu berhusnuzan (berprasangka baik) kepada Allah SWT., begitu juga kepada orang yang sehat. Dan kepada orang yang memiliki penyakit berat, khususnya yang sudah merasa dekat akan kematiannya.
Sebagaimana hadis Rasulullah SAW:
أَنَا عِنْدَ ظَنَّ عَبْدِيْ بِى فَلَا يَظُنُّ بِى اِلَّاَ خَيْراً
Artinya:
“Aku (Allah) menuruti prasangka hamba-Ku terhadap-Ku, maka silahkan untuk berprasangka sesuai apa yang dikehendaki”.
Dan sabda Rasulullah SAW:
لاَيَمُوْتَنَّ اَحَدُكُمْ اِلَّا وَهُوَ يُحْسِنُ الظَّنَّ بِاللَّهِ
Artinya:
“Tidak seorangpun diantara kamu akan mati, kecuali lebih baik untuk berprasangka baik kepada Allah SWT”.
Maksud berprasangka baik kepada Allah SWT., yakni merasa akan diberikan Rahmat oleh Allah SWT., diampunkan dosa, diberikan rizki berupa kematian dengan membawa iman dan dimasukkan kedalam surge Allah SWT., namun demikian tidak lantas merasa aman dan tidak takut kepada Allah SWT. Apabila ada seseorang yang tidak mengetahui prasangka baik tersebut bisa disebabkan oleh ketidaktahuannya atau terlalu banyak dosanya. Maka sudah seharusnya untuk segera bertaubat kepada Allah SWT.,dan ketika sudah bertaubat kepada Allah SWT., maka insya Allah dosa tersebut akan diampuni oleh Allah SWT. Dan apabila memiliki amalan kebaikan, maka ucapkanlah agar diketahui oleh Allah SWT., sehingga akan dimudahkan dalam permohonan baik kita kepada Allah SWT.
FASAL DALAM SAKARATUL MAUT
Dalam fasal sakaratul maut ada beberapa hal yang disunahkan untuk dilakukan kepada orang yang sedang mengalami sakaratul maut, yaitu: satu, disunahkan untuk memiringkan seseorang yang sedang mengalami sakaratul maut kesebelah kanan, dan dihadapkan kearah kiblat, apabila mengalami kesulitan, maka cukup dengan kedua kakinya dan seluruh anggota badannya ditelentangkan dan diarahkan kearah kiblat. Kemudian kepalanya diberikan bantal yang dapat mengangakat kepalanya, dan kemudian disunahkan untuk membacakan kalimat lᾱ ilaha illa Allah. Sebagaimana hadis nabi yang mengatakan:
مَنْ كَانَ أَخِرُكَلَأمِهِ لَا اِلَهَ اِلَّا اللَّهُ دَخَلَ الْجَنَّةَ
Artinya:
“siapapun yang diakhir hidupnya mengucapkan kalimat “lᾱ ilaha illa Allah” (tiada Tuhan Selain Allah SWT) maka dimasukkan kedalam surga”.
Sejak dahulu disunahkan kepada orang yang sedang sakartul maut untuk dapat dibacakan surat yᾱsiin. Sebagaimana hadis Nabi SAW yang menyebutkan bahwa:
اِقْرَؤُا عَلَى مَوْتَا كُمْ يس
Artinya:
“Bacakanlah surat Yᾱsiin kepada orang yang sedang telah meninggal (dalam keadaan sakaratul maut)”.
Dan yang sedang mengalami sakaratul maut, sesuai dengan hadis Nabi SAW:
مَامِنْ مَرِيْضٍ يُقْرَؤُ عِنْدَهُ يس اِلَّا مَاتَ رَيَّانًا وَأُدْخِلَ قَبْرَهُ رَيَّانًا
Artinya:
“Tidak ada seorangpun yang sakit (keras) apabila dibacakan surat Yᾱsiin kecuali dimatikan dalam keadaan lapang, saat memasuki kuburnya dan saat digiring dihari kiamat dalam keadaan lapang”.
KITAB AL-JANAIZ
Kitab ini menjelaskan semua hukum tentang pengurusan jenazah. Yakni apabila seseorang telah meninggal dunia, maka ada ciri-ciri khusus yang umumnya akan ditemui, yaitu diantaranya: pucat telapak kakinya, kendor kulit tubuh dan hidungnya, serta lemas urat nadi telapak tangannya. Apabila ciri-ciri tersebut terdapat pada diri seseorang, maka disunahkan untuk memjamkan kedua matanya sambil membaca:
بِسْمِ الَّلهِ وَعَلَى مِلَّةِ رَسُوْلِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Artinya:
“Dengan menyebut nama Allah dan atas sunah Rasul-Nya”
Kemudian sambil memjamkan mata si mayyit, dan mengikat dagunya dengan kain yang kira-kira merapatkan mulutnya (dagunya), dan diikat diatas kepalanya, diluruskan jari-jarinya dan sendi-sendinya, dan kedua telapak tangannya ditilapkan dibawah kepalanya (diatas dadanya), dan diikat kedua jempol kakinya, dan diwajibkan untuk memandikannya (jenazah), membebaskan hutang-piutangnya, dan melaksanakan wasiat dari si mayyit tersebut. Sebagaimana hadis Rasulullah SAW:
نَفْسُ الْمُؤْمِنُ مُعَلَّقَةٌ بِدَيْنِهِ حَتَّى يُقْضَى عَنْهُ
Arinya:
“orang beriman akan digantungkan agamanya (amalnya) hingga dibayarkan hutangnya”
BAB FῙ AT-TAJHῙJ
Bab ini menerangkan tentang semua aturan dalam mengurusi jenazah. Hukumnya fadlu’ kifayah atas seorang muslim yang meninggal dunia (bukan orang mati syahid dan wanita hamil yang keguguran) itu ada 4 perkara, yaitu: memandikan, mengafani, mensholatkan dan menguburkan.
1. Memandikan jenazah
Adapun tata cara memandikan jenazah, yaitu meratakan air keseluruh anggota bandannya dengan sekali (dari atas kepala sampai mata telapak kaki). Sebagaimana menghilangkan najis pada orang yang masih hidup. Dan disunahkan memandikan jenazah ditemoat yang sepi dan tertutup (supaya tidak terlihat oleh orang yang berada diluar). Dan tidak diperbolehkan untuk memasuki tempat pemandian selain orang yang bertugas untuk memandikan jenazah dan orang yang membantu pemandiannya si mayit. Jumlah orang yang memandikan jenazah yaitu tiga orang atau lima orang yaitu petugas yang memandikan dan ahli waris yang terdekat yang dapat mengawasi dan membantu memandikannya.
Dalam pemandian, hendaknya jenazah diletakkan ditempat yang agak tinggi seperti papan kayu atau yang lainnya, dipakaikan baju penutup sedikitnya yaitu kain panjang yang dapat menutup auratnya, karena diharamkan untuk melihat dan menyentuh aurat si mayyit yaitu yang berada diantara pusar dan lutut kakinya (sebagaimana aurat orang yang masih hidup). Dan makruh hukumnya menyentuh dan melihat yang bukan auratnya (disunahkan untuk memakai sarung tangan). Sediakan air di tempat yang besar, dan ditempatkan agak jauh dari tempat pemandian. Dan gunakanlah air asin untuk memandikan si mayyit (seperti air laut) jika tidak ada, maka disunahkan untuk memandikan memakai air yang dingin. Dan menyediakan beberapa kain suci yang dipakai untuk membungkus tangan petugas dalam proses memandikan jenazah.
Kemudian orang yang memandikan memposisikan jenazah duduk sedikit miring ke belakang dengan ditopang tanagn kanannya, sementara tangan kirinya mengurut bagian perut jenazah dengan penekanan agar apa yang ada di dalamnya keluar. Kemduian siram berulang-ulang supaya semua kotorannya mengalir terbuang. Lalu yang memandikan membungkus tanagn kirinya dengan kain atau sarung tangan dan membasuh lubang depan belakang si mayyit. Kemudian membersihkan mulut dan hidungnya lalu mewudlukannya sebagaimana wudlunya orang hidup dengan niat:
نَوَيْتُ وُضُوْءَ هَذَا الْمَيْتِ
Niat aku mewudlukan ini mayyit
Dan niat memandikan mayyit adalah sebagai berikut:
نَوَيْتُ غُسْلَ هَذَا الْمَيْتِ الخ
Niat aku memandikan ini mayyit, dst.
Dari situ dimulai memandikkan jenazah, dan tatacara pemandian jenazah dengan sempurna, yaitu petama-tama siram kepalanya dengan air sabun, lalu jenggot dan rambutnya di sisir dengan sisir yang bagian besarnya, dan apabila ada rambut yang jatuh, maka diambil dna disatukan kembali dengan rambut si mayyit,supaya ikut tertanam didalam tanah, karena itu hukumnya wajib.
Kemudian memandikan jenazah dengan air sabun pada bagian depan sebelah kanan, dari batas dagunya sampai kepada telapak kakinya yang sebelah kanan.
Kemudian memandikan jenazah bagian depannya sebelah kiri dengan air sabun sebagaimana yang sebelah kanannya.
Setelah itu miringkan kesebelah kiri, kemudian siram dengan air sabun pula, anggota badannya yang belakang sebalah kanan. Kemudian balikkan kesebelah kanan, siram anggota badannya yang belakang sebelah kiri dengan air sabun pula. Dan diharamkan untuk membulak-balikan mayyit dengan cara menegkurapkannya.
Jika izra itu diharam bagaimanapun caranya. Seperti mengikat jenazah diatas kapal dan menggotong mayyit dengan tali sebagaimana mengikat hewan, kecuali dalam keadaan darurat. Dan makruh hukumnya memasukkan kapas kedalam lubang kemaluannya jika terlalu dalam memasukkannya, karena itu termasuk dari setengah izra. Kecuali jika ingin memberhentikan kotoran yang keluar dari dalam kemaluannya (karena bekser).
Kemudian setelah meratakan air sabun, telentangkan mayyit kembali, lalu siram dengan air yang suci dari tengah kepalanya sebelah kanan, terus sampai ketengah badannya sebelah kanan sampai kepada telapak kakinya dan sebaliknya. Kemudian balikkan kesebelah kiri, dan siram sebelah kanan bagian belakangnya. Kemudian balikkan kesebelah kanan, dan siram sebelah kiri bagian belakangnya. Setelah itu, telentangkan kembali, kemudian siram kembali dengan air suci sebagaimana cara yang kedua.
Dengan demikian selesai pemandian bagian pertama, walaupun sudah tiga kali siraman keseluruh anggota tubuh si mayyit. Karena yang siraman dua kali pertama itu tidak dihitung. Karena sebenarnya yang pertama sekali airnya dicampur dengan sabun dan yang kedua digunakan sebagai pembilas sabun, sehingga tidak masuk kedalam hitungan.
Dan cara yang lebih sempurna yaitu, diharuskan memandikan jenazah dengan tiga kali proses pemandian, yaitu: Sembilan kali memandikan dengan masuk hitungan tiga kali hukumnya. Hal tersebut merupakan perbuatan yang sempurna.
Ada lagi satu cara yang lebih sempurna,dan lebih mudah. Yaitu memulai memandikan mayyit dengan air sabun, sebagaimana tatacara yang telah disebutkan diatas. Kemudian bilas dengan air pembilas sabun, kemudian siram dengan air sabun kembali, dan siram lagi dengan air pembilas sabun, lakukan seperti itu berulang sampai dengan tiga kali. Setelah itu baru disiram dengan air suci tiga kali.
Adapun tata tertib dan tata cara kanan, kiri, belakang dan depan sesuai dengan apa yang telah dijelaskan diatas dan disunahkan mencampurkan air bilasan terakhir dengan kapur barus walaupun hanya sedikit.
Dan jangan lupa yang telah disebut diatas, bahwa menggosok seluruh badan mayyit harus menggunakan kain suci atau sarung tangan pada tangan sebelah kiri, dan dilarang melihat bagian aurat si mayyit jika tidak ada hal yang penting. Setelah selesai memandikan maka disunahkan untuk mengeringkan badan si mayyit dengan kain yang kering hingga badannya mongering, sebelum kemudian dikafani dengan kain kafan.
Dan disunahkan pada tiap-tiap kali memandikan mengurut perut perlahan supaya tidak ada kotoran yang menyisa didalam perutnya. Maka setelah selesai memandikan, tidak disunahkan untuk diwudlukan kembali, dan tidak sah disalatkan hingga dicuci dengan air suci kecuali keadaan darurat. Seperti mayyit yang tidak berhenti mengeluarkan kotoran, maka hal itu termasuk hukum kepada orang yang bekser, yakni disumbat lubang najisnya dan segera disholatkan. maka wajib menyiram seluruh kotoran yang terlihat dari badan si mayyit, sebagaimana mandi orang yang hidup seperti membersihkan duburnya, dan yang terlihat di alat kelamin perempuan, lebih-lebih dalam urusan qalafah, yakni yang tertutup oleh kulit dzakar orang yang belum disunat (khitan), maka jika udzur mendatangkan air kebagian tersebut, maka cukup dilakukan dengan tayamum dan menyiram seperlunya.
Syekh ibnu Hajar rahimahullah Ta’ala mengatakan bahwa haram hukumnya untuk mengkhitan kelamin orang yang telah meninggal, karena hal itu merupakan izra’ sebagaimana yang telah disebut diatas. Dan diwajibkan untuk menghilangkan barang yang dapat mencegah terkenanya air pada kulit si mayyit. Seperti tato dan sejenisnya. Dan wajib menayamumkan mayyit perempuan jika tidak ada yang hadir dan yang ada hanya laki-laki yang bukan mahramnya. Dan mayyit laki-laki jika tidak ada yang hadir dan yang hadir hanya perempuan yang bukan mahramnya. Dan wajib menayamumkan mayyit yang udzur untuk memandikannya, seperti mayyit yang keluar dagingnya, dan dikhawatirkan apabila dimandikan akan jatuh dagingnya. Dan harus tahu tata cara tayamum itu walaupun hanya menggambungkan kedua telapak tangannya dengan debu. Dan tidak diwajibkan untuk niat tayamun mayyit, karena sebenarnya hal tersebut dapat
menggantikan mandi. Sebelumnya telah dijelaskan tentang tidak diwajibkan niat memandikan mayyit yang ada hukumnya adalah sunah. Ini niat menayamumkan mayyit:
نَوَيْتُ اسْتِبَاحَةَ فَرْضِ عَلَى هَذَا الْمَيْتِ لِلَّهِ تَعَالَى
Artinya:
“niat saya membolehkan sholat fardu atas mayyit ini karena Allah Ta’ala”.
No comments:
Post a Comment